Aku dan Buku
Ini tentang berbagai buku yang sudah dibaca beserta pendapat dan ide-ide di sekitarnya
Rabu, 25 Januari 2017
Mata Hari dan Mata Hari
Selasa, 12 April 2016
Pendidikan Boneka
Sabtu, 04 April 2015
Membaca Peristiwa Mei 1998 dari Kaca Mata Fadli Zon
Judul:Politik Huru-Hara Mei 1998
Penulis:Fadli Zon
Penerbit:Institute for Policy Studies
Tahun:2004
Tebal:x + 172 halaman
ISBN:979-95388-4-X
Edisi:Cetakan VI, Mei 2004
Proyek penulisan jangka panjang yang sedang saya jalani saat ini adalah mengenai keadaan orang Cina yang ada di daerah saya pasca reformasi. Tema penulisan ini membuat saya jadi mengulik kembali permasalahan yang terjadi pada tahun 1998. Kala itu saya masih kelas enam SD. Saya tahu ada banyak kerusuhan yang terjadi di masa itu, tetapi saya tidak benar-benar memahami makna dan kegentingan yang terjadi saat itu. Mau tidak mau, proses penulisan ini membawa saya kembali ke masa itu dan menyusun kembali pemahaman saya mengenai peristiwa 1998 yang mengubah wajah Indonesia.
Mengapa 1998? Pada tahun itu terutama pada bulan Mei 1998, Indonesia dilanda kerusuhan besar yang mengakhiri rezim Orde Baru yang sudah berkuasa di bumi Indonesia ini selama 32 tahun. Awal baru di mana banyak perubahan di Indonesia kemudian terjadi. Salah satu buku yang menarik perhatian saya mengenai peristiwa 1998 adalah buku tulisan dari Fadli Zon yang berjudul Politik Huru-hara Mei 1998. Saya menemukan buku ini di salah satu perpustakaan kampus dan saya penasaran karena penulis buku ini adalah Fadli Zon, salah satu politisi Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto yang terkenal itu.
Selama masa pemilu tahun 2014 kemarin yang begitu riuhnya, nama Fadli Zon termasuk salah satu nama yang paling banyak muncul di media. Entah dalam rangka dukungannya kepada calon presiden yang diangkat Gerindra, saling sindir antara dirinya dengan partai lawan, sampai dengan puisi yang ditulis oleh dirinya. Fadli Zon menjadi begitu terkenal di masa-masa ini. Hal ini membuat saya menjadi tertarik untuk membaca bukunya ini.
Buku ini sendiri menceritakan tentang apa yang terjadi pada tahun 1998 itu dari sudut pandang Fadli Zon. Dalam kata pengantarnya, Fadli Zon dengan jelas menyatakan posisinya sebagai pihak yang memberikan klarifikasi dari buku yang sudah diterbitkan oleh Wiranto, Dari Catatan Wiranto: Bersaksi di Tengah Badai yang diterbitkan pada bulan April tahun 2003. Setahun sebelum buku kecil ini terbit. Dia beranggapan bahwa tulisan sebelumnya itu tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan dan kehilangan konteksnya (Zon, 2004: vii), dan melalui buku ini dia menyatakan ingin menceritakan kebenaran dari versinya, sebagai salah seorang saksi mata dan juga seorang yang berada di tengah putaran badai dalam peristiwa Mei 1998 tersebut.
Buku ini terdiri dari lima bab besar yang kemudian dibagi menjadi beberapa subbab lagi di dalamnya. Diawali dengan bagaimana kondisi ekonomi dan politik yang terjadi menjelang sampai pada pascaperistiwa Mei itu terjadi dan ditutup dengan bantahan yang diberikan Prabowo mengenai tuduhan yang ditujukan pada dirinya mengenai peristiwa 1998 tersebut.
Di sini saya malah kehilangan ketertarikan dan malah jadi meragukan apakah fakta-fakta yang dipaparkan di buku ini mengenai kejadian yang terjadi pada Mei 1998 itu benar-benar terjadi seperti apa yang dipaparkan dalam buku ini. Buku ini lebih terkesan sebagai kisah pembelaan dan kisah kepahlawanan dari Prabowo Subianto. Ya bukan berarti bahwa apa yang terjadi di sini tidak benar, tetapi rasanya karena terlalu berat sebelah jadi malah saya ragukan kebenarannya. Apalagi dari awal Fadli Zon sendiri sudah menegaskan posisinya sebagai orang yang mengklarifikasi tulisan dari Wiranto, yang dalam buku ini terasa sekali ditempatkan dalam posisi antihero dari Prabowo. Wiranto yang digambarkan sebagai orang yang abai dan tidak memiliki banyak relasi yang baik dalam ketentaraan. Sedangkan Prabowo digambarkan sebagai seorang yang sangat taat konstitusi dan posisinya kala itu sebagai Pangkostrad juga tidak memungkinkannya untuk menggerakkan pasukan sama sekali. Ya mungkin memang benar seperti itu.
Hanya saja, saya melihat lagi siapa Fadli Zon dan kapan buku ini ditulis dan diterbitkan. Buku ini sendiri diterbitkan pada April 2004 dan pada Juli tahun yang sama akan diadakan pemilu presiden di mana Wiranto juga akan mencalonkan diri sebagai calon dari Golkar bersama dengan Salahudin Wahid sebagai calon wakil presidennya. Fadli Zon sendiri dalam pengantarnya untuk edisi cetakan IV juga menyadari bahwa buku ini juga dicap oleh Wiranto dan pihak yang mendukungnya sebagai buku yang tendensius dan berusaha menjegal pencalonan Wiranto sebagai presiden kala itu (Zon, 2004: x). Dan sejauh pembacaan saya mengenai buku ini, saya setuju dengan pendapat tersebut. Di luar pertantangan dan rivalitas yang terjadi antara Wiranto dan Prabowo, di luar siapa yang benar dan siapa yang salah, keberpihakan yang dimunculkan dalam buku ini membuat saya tidak bisa begitu saja menerima apa yang ada ditulisnya sebagai sebuah kebenaran—apalagi saya belum membaca sumber lain yang terkait sebagai pembanding dan saya juga belum membaca buku tulisan dari Wiranto yang menjadi alasan buku ini terbit.
Kesimpulan saya, buku ini meragukan.