Judul : The Silkworm
Penulis : Robert Galbraith
Alih Bahasa : Siska Yuanita
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Ukuran : 15 x 23 cm
Tebal : 536 halaman
ISBN : 978-602-03-0981-1
J.K Rowling memang selalu menarik
dalam setiap tulisan-tulisan yang dihasilkannya. Salah satunya adalah buku
terbarunya yang ditulisnya dengan menggunakan pseudoname Robert Galbraith ini. Rowling sendiri tampaknya memang
menginginkan posisi sebagai pendatang baru lagi, alih-alih menggunakan namanya
sendiri yang sudah mendunia berkat serial Harry Potter. Hal yang dia tegaskan
dalam ucapan terima kasih yang ditulisnya.
Galbraith dalam buku keduanya ini
menceritakan kembali kisah dari Cormoran Strike. Seorang detektif yang
mendapatkan kejayaannya berkat berhasil memecahkan kasus pembunuhan seorang
artis terkenal yang bernama Lula Landry dalam buku pertama Galbraith, The Cukoo’s Calling. Strike sendiri
adalah seorang veteran perang yang lolos dari peperangan dengan kehilangan
sebelah kakinya. Hidup dan petualangannya dalam
buku-buku ini juga tidak terlepas dari permasalahannya dengan kaki palsu
yang harus dia kenakan dan harga dirinya sebagai lelaki di hadapan Robin,
asistennya.
Pada kasus kali ini Strike
dihadapkan pada hilangnya seorang penulis yang sebenarnya tidak cukup terkenal
dan malah terkesan sangat menyebalkan dan berperangai buruk, Owen Quine. Kasus
kali ini datang dari istri Owen sendiri Leonora Quine, seorang wanita dengan
kepolosan dan ketidakpedulian yang lura biasa terhadap lingkungannya. Owen
sendiri menghilang setelah ia menyelesaikan draft tulisannya Bombyx Mori. Bombyx Mori sendiri adalah
nama ilmiah dari ulat sutra.
Novel ini tampaknya yang menjadi
sumber permasalahan dari hilangnya Owen Quine. Novel yang berisi metafora satir
dari orang-orang yang pernah terlibat dalam kehidupan penulisan Quine sendiri.
Hingga pada akhirnya Strike berhasil menemukan Quine walaupun sudah tidak dalam
keadaan hidup. Quine dibunuh dengan cara yang sadis dan yang membuat pembunuhan
ini semakin pelik, Quine mati dengan cara yang sama dengan apa yang terjadi
pada tokoh dalam akhir Bombyx Mori. Hal
ini membuat orang-orang yang pernah membaca atau bersentuhan dengan naskah
tersebut menjadi tersangka yang potensial atas pembunuhan Quine.
Rowling-Galbraith memang selalu
cerdas dalam setiap tulisan-tulisannya. Ia bermain dengan psikologi para
tokoh-tokoh di dalamnya. Bagaimana relasi dan perasaan para tokoh tersebut
dengan sang korban, bagaimana Bombyx Mori
berakibat pada kehidupan orang-orang yang membacanya, dan orang-orang yang
tertulis di dalam novel tersebut, serta bagaimana masa lalu memengaruhi apa
yang terjadi di masa sekarang, benar-benar digambarkannya dengan baik. Salah
satu tokoh yang menarik bagi saya adalah Orlando Quine, anak dari Owen dan
Leonora yang berkebutuhan khusus. Galbraith menggambarkan bagaimana Leonora
begitu mengkhawatirkan dan mencemaskan keberadaan anaknya tersebut, dan
bagaimana Orlando yang diabaikan oleh banyak orang ini ternyata merupakan salah
satu kunci penting dari pemecahan pembunuhan yang terjadi pada Owen.
Hal menarik yang lain dari novel ini
adalah tentang bagaimana waktu dijelaskan. Galbraith tidak hanya menceritakan
waktu dengan penanda hari, bulan, atau tahun, melainkan ia menceritakan tentang
hal-hal penting yang terjadi di sekitar tokoh-tokohnya. Seperti bagaimana ia
menceritakan tentang Pangeran William yang mengumumkan pertunangannya dengan
Kate Middleton atau tentang pertandingan Arsenal yang ditonton oleh Strike.
Suatu penanda waktu yang tidak biasa tetapi pasti begitu melekat dengan
lingkungan Rowling sendiri dan pembacanya yang merupakan orang Inggris.
Bagi saya novel ini mengingatkan
saya pada cerita-cerita detektif lawas yang juga berasal dari Inggris. Sherlock
Holmes dan Hercule Poirot dari Agatha Christie. Bukan cerita detektif dengan
pengejaran yang canggih seperti yang banyak muncul dalam fiksi-fiksi Amerika.
Ini cerita detektif yang lebih klasik di mana suatu kasus yang biasanya kasus
pembunuhan, memunculkan beberapa tersangka dengan berbagai motif dan
permasalahannya masing-masing. Para tersangka yang akan berbicara kepada sang
detektif, pengumpulan petunjuk yang dicari satu demi satu, pengintaian, dan
pengambilan kesimpulan untuk menemukan siapa pembunuh yang sebenarnya. Buku ini
rasanya mengobati kerinduan saya akan cerita detektif klasik yang bagus yang
sangat jarang saya temukan saat ini. Tampaknya akan ada satu detektif hebat
lagi dari Inggris setelah Sherlock Holmes dan Hercule Poirot.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar