Rabu, 25 Januari 2017

Mata Hari dan Mata Hari

Hari ini baru selesai membaca buku dari Paulo Coelho yang berjudul Mata Hari atau The Spy dalam versi bahasa Inggrisnya. Buku yang pada awalnya saya tunggu dengan semangat, sampai pada suatu waktu saya berencana meminjam buku tersebut dari rental dan mendapat review dari teman yang sudah membaca tersebut. Katanya yang sudah membaca buku itu dan sudah membaca buku lain dengan kisah yang sama yaitu namaku Mata Hari dari Remy Sylado, buku dari Coelho ini jadi mengecewakannya. Saya tidak langsung membaca waktu itu, sampai pada akhirnya beberapa hari lalu saya luang dan meminjam buku terebut dan membacanya.
Bercerita tentang seorang tokoh yang sama membuat saya mau tidak mau langsung membandingkan kedua buku tersebut. Kedua buku yang sama-sama bercerita tentang seorang sosok terkenal dari awal abad ke-20. Seorang penari dan mata-mata yang pernah bersinggungan dengan Indonesia. Kisahnya yang penuh tragedi tetapi juga glamor di sisi lain, yang pada akhirnya berakhir dengan kematian. Kedua penulis lelaki yang sam-sama mengambil sudut pandang orang pertama sebagai si penari tersebut. 

Saya membaca Namaku Mata Hari sekitar dua tahun yang lalu. Saya sudah lupa detailnya, tetapi saya masih mengingat sedikit sensasinya dan rasa dari buku tersebut. Bagi saya, Namaku Mata Hari lebih berhasil membangun karakter dari Sang Penari ini sebagai karakter yang berhasil keluar dari pergolakan hidup yang dialaminya, sejak di Belanda, lalu bagaimana strategi dan usahanya untuk keluar dari pernikahan yang tidak bahagia. Kisah hidup yang diceritakan dalam buku tersebut membuat apa yang terjadi pada Mata Hari di masa depan menjadi masuk akal. Seperti misalnya pada bagian Remy bercerita mengenai ketertarikan Mata Hari akan tarian tradisional Indonesia di Borobudur dan dia mempelajari itu. Suatu bekal yang membuatnya masuk akal untuk menjadi penari yang sangat tersohor di Paris nantinya.
Tidak demikian halnya dengan Coelho. Apa yang terjadi pada Mata Hari tidak dia paparkan dengan mendetail. Yah, jika dilihat dari jarak ketebalan bukunya memang hal itu tidak memungkinkan untuk diceritakan secara mendetail, tetapi setelah memabaca kisah Mata Hari dengan intensitas tinggi pada buku Remy Sylado, membaca Coelho ini jadi kisahnya hanya diceritakan sambil lalu saja. Persentuhan Mata Hari dengan tarian Jawa juga hanya satu adegan saja, sesuatu yang rasanya menjadi mustahil untuk membawanya menjadi penari tersohor pada zamannya. Saya tidak ingin memperdebatkan sejarahnya akan kisah mana yang lebih mendekati kenyataannya, tetapi bagi saya terasa Coelho tidak meramu karakternya dengan manis kali ini.
Framing atau pengambilan sudut pandang dari kedua penulis juga terasa bedanya dalam. Dalam tulisan Remy, Mata Hari digambarkan sebagai seorang wanita yang cerdas dan menggunakan kecerdasan dan kekuatan karakternya itu untuk bertahan hidup dan bekerja menjadi agen ganda Jerman dan Prancis. Coelho bercerita Mata Hari merupakan seorang wanita yang memanfaatkan pesonanya untuk mencari keuntungan, seorang wanita yang dangkal dan hanya tertarik akan kemewahan dan pemujaan atas dirinya sendiri. Suatu pandangan yang kemudian ditegaskan dari bagian akhir buku Coelho yang menggunakan sudut pandang dari pengacara Mata Hari. Pengacara tersebut mengkritik cara Mata Hari membela dirinya yang malah membuat keadaannya semakin parah. Saya juga merasakan kekhasan dari Coelho yang memunculkan kata-kata bijak yang biasa saya temukan dalam buku-bukunya sebelumnya yang bersuara lewat tokoh-tokoh yang ditemui Mata Hari.
Menurut selera saya, Remy Sylado membuat buku yang lebih matang secara alur dan pembangunan karater dari pada Coelho. Mungkin ini juga pembandingan yang tidak bisa dilakukan selain karena tema cerita yang sama sebenarnya. Jadi, silakan membaca dan membandingkannya sendir. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar